Sociable Movie Guy
REVIEWS
Kisah Kebangkitan Raja Wakanda yang Bikin Ingin Berseru Wakanda Forever! Sebagai pembuka tahun 2018, Marvel memilih babak lanjutan dari cerita T’Challa (Chadwick Boseman) yang sebelumnya diperkenalkan kepada penonton di film Captain America : Civil War. Berlanjut dari situ, di film solonya ini T’Challa dikisahkan sedang bersiap menghadapi penobatan dirinya sebagai Raja Wakanda yang baru selepas kepergian Raja Wakanda sebelumnya, T’Chaka, yang merupakan ayah kandung T’Challa. Namun, perjalanan T’Challa menjadi Raja Wakanda yang sesungguhnya dipenuhi beragam rintangan. Mulai dari pergolakan batin hingga perbedaan ideologi senantiasa membuat petualangan T’Challa jauh dari kata mulus. Lantas, berhasilkah T’Challa membuktikan bahwa dirinya pantas menjadi Raja Wakanda? Disutradarai oleh Ryan Coogler, Black Panther merupakan film superhero yang gak cuma bergantung dengan adegan aksi atau ledakan semata. Berkat tangan dinginnya, aksi T’Challa dan kawan-kawannya terasa semakin menarik karena ditemani dengan drama berbobot dan penampilan memukau dari para pemainnya. Jadi, pada saat mereka beneran beraksi alias berantem, mereka gak cuma sekedar adu jotos dan pakai senjata ini itu. There are real stakes here. T’Challa galau harus mengikuti tradisi turun temurun demi menjaga Wakanda atau menjajal ideologi baru yang dapat menjadikan Wakanda bermanfaat bagi masyarakat luas. Musuh utamanya, Erik Killmonger (Michael B. Jordan) memiliki tujuan yang pada hakikatnya mulia namun caranya ekstrim dan dilandasi dendam yang luar biasa mendalam. Kudos untuk Joe Robert Cole dan Ryan Coogler yang juga ikutan nulis naskah Black Panther yang memikat ini. Ngomong-ngomong soal naskah, salah satu yang bikin Black Panther seru dinikmati adalah banyaknya karakter-karakter yang memesona dengan penggambaran multi dimensional. Sebagai seorang pemimpin, T’Challa gak semerta-merta sempurna dan selalu tahu apa yang harus dia lakukan. Bingung, ragu, sampai kesengsem sama perempuan merupakan aspek-aspek vulnerability yang digambarkan dimiliki oleh T’Challa. Belum lagi Chadwick Boseman berhasil betul membawakan aspek-aspek tersebut tanpa kehilangan kharisma dan kesederhanaan dari seorang pemimpin. Gue suka banget adegan pas T’Challa jalan-jalan di tengah kota sama love interest-nya Nakia (Lupita Nyong’o). Momennya singkat tapi powerful. Disitu kita disuguhi seorang T’Challa yang lagi let loose dan cengar-cengir tulus sambil ngobrol sama Nakia. I mean, he’s a king! Kapan lagi bisa lihat raja digambarkan dengan sangat manusiawi dan membumi? Sebagai counterpart-nya di adegan tersebut, Lupita Nyong’o juga lihai menyaingi akting prima Chadwick Boseman yang membuat chemistry mereka terasa sampai ke kursi penonton. Keberanian film Black Panther dalam menunjukkan sisi manusia karakternya inilah yang bikin filmnya beda dari film superhero lain dan patut diacungi jempol. Masih soal karakter, ada tiga sosok lain yang juga gak kalah memorable disini. Pertama ada Okoye yang boleh dibilang merupakan panglima utama si Black Panther. Diperankan oleh Danai Gurira (terkenal atas perannya sebagai Michone di serial The Walking Dead), Okoye sangat kuat dan mematikan saat melawan musuh-musuhnya. Namun, saat lagi gak megang tombak Okoye terlihat hangat dan kalimat yang keluar dari mulutnya gak jarang mengundang tawa. Okoye juga digambarkan luar biasa loyal terhadap Wakanda. Kalau di dunia nyata, Okoye pasti jadi langganan employee of the month saking berdedikasinya sama perusahaan. Selanjutnya ada Shuri yang merupakan adik T’Challa sekaligus technology advisor di Wakanda. Tokohnya diperankan oleh Letitia Wright dan otaknya encer banget. Meskipun jenius, Shuri punya sifat yang nyeleneh dan super santai. Tapi, justru disitu letak pesona karakter ini. Seringkali jadi penyegar di tiap adegan yang melibatkan dirinya, Letitia Wright berhasil menjadi scene-stealer yang bikin kualitas Black Panther naik kelas. Terakhir, ada Erik Killmonger yang jadi lawan utama T’Challa. Michael B. Jordan sukses membuat karakter Erik Killmonger berbahaya namun berkharisma. Berkat kharismanya yang membius, banyak banget IG stories temen-temen gue yang cewek pada bahas Michael B. Jordan selepas nonton filmnya. Kalau Erik Killmonger punya Instagram, pasti dia bakalan bikin geng KPK (Kelompok Penjahat Kece) barengan Loki dan pasti sering di-endorse karena followers-nya banyak. Gak hanya itu, Black Panther juga didukung koreografi, musik, production design, art direction, makeup & hairstyling dan costume design yang ciamik. Khusus dua yang terakhir sangat patut diberikan apresiasi lebih karena tata rias, rambut, dan kostum-kostum yang ditampilkan benar-benar menawan dan memanjakan mata. Modern namun mengandung cita rasa tradisional yang kuat. Meskipun masih terlalu early, gak berlebihan rasanya kalau Ruth Carter sang costume designer dan orang-orang di tim make-up & hairstyling film ini jadi front-runners nominasi Oscar tahun depan untuk kategori Best Costume Design dan Best Makeup and Hairstyling, respectively. Pujian terakhir yang gue berikan untuk film ini adalah keberhasilannya menampilkan sosok super hero yang tidak dominan. Gak ada yang salah dengan sosok super hero yang dominan, kayak Iron Man dan Captain America karena kemampuan dan tidak jarang situasi menempatkan mereka front and center. Tapi, cara penyampaian film ini yang tidak mengeksploitasi sang Black Panther habis-habisan membawa angin segar di ranah film super hero. Film ini gak malu-malu kasih porsi lebih ke Nakia, Okoye dan Shuri untuk ikut berpartisipasi dalam membela Wakanda. Karakter mereka juga punya kesamaan, yaitu sama-sama wanita kuat yang aktif memberikan kontribusi tanpa menunggu disuruh dulu. Saking gak dominannya T’Challa, gue melihat film ini lebih ke arah ensemble ketimbang film Black Panther-nya sendiri. And that’s a good thing. Last but not least, film ini tentunya juga gak sempurna. Salah satu hal yang sampai saat ini masih gue perdebatkan adalah kenapa Erik Killmonger memilih buat bekerja sama dengan Ulysses Klaue (Andy Serkis). Gue sempat berpikir alesannya adalah demi akses ke Wakanda, tapi kayaknya bukan itu deh kalau melihat alur berjalannya film. Gue yakin ada penjelasan detail di balik keputusan Erik mengingat dia adalah orang yang strategic. Namun, kemungkinan karena alasan durasi hal tersebut tidak disampaikan secara eksplisit di filmnya.
Ada satu lagi yang cukup mengusik gue, yakni adegan Nakia menyelamatkan tawanan human trafficking di awal film. Pada adegan tersebut diceritakan Nakia dan kawan-kawan berhasil menuntaskan si penjahat. Setelahnya, para tawanan yang semuanya wanita disuruh pulang sendiri dan itu setting-nya malam-malam buta di tengah hutan. Hmm… bukannya sama bahayanya ya nyuruh mereka pulang unsupervised? Ini malah jadi keluar lubang buaya masuk kandang macan gak sih? Gue berusaha positive thinking dengan bergumam dalam hati “Oh, mungkin tawanan tersebut udah hapal betul rute pulang yang aman gimana. Lagian rame-rame juga pulangnya…”. Tapi, yang perlu digarisbawahi adalah kekurangan-kekurangan tersebut terhitung minor dan sama sekali tidak menyakiti kualitas filmnya secara signifikan. Kesimpulannya, Black Panther menghadirkan adaptasi komik yang belieavable, seru dan meninggalkan kesan. Dipadati dengan karakter yang memikat, Black Panther berhasil masuk ke jajaran film terbaik Marvel Cinematic Universe. Kehadiran film ini membuat film-film Marvel selanjutnya (dan film-film serupa saingannya) harus bekerja lebih keras untuk menandingi pencapaian Black Panther. Wakanda Forever! SKOR : 4/5
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
July 2018
Categories
All
AuthorA self-acclaimed movie guy who likes to socialize |